Kisah
tentang seorang anak kelas 4 SD di desa Lando, Cibal, Manggarai bernama Patris.
Dia anak laki-laki dari 8 bersaudara. Keluarganya miskin, tidak punya sawah.
Rumahnya sangat sederhana dari kayu dan berlantai tanah.
Cerita
dimulai pagi hari, seluruh keluarga bangun tidur dan hanya cuci muka karena
kesulitan air lalu anak-anak berkumpul untuk sarapan nasi putih dan kopi,
termasuk juga untuk adik Patris paling kecil bernama Mery yang berusia 2 tahun
sementara orang tua sudah dulu makan lalu berangkat kerja. Mereka tidak cuci
tangan sebelum makan, makan dengan tangan di mana kuku belum dipotong dan
kotor. Usia antara saudara adalah 2 tahun, jadi ada 3 saudara lain di antara
mereka dan 3 kakak Patris. Mery sangat kurus beratnya hanya 5 kg, dia berstatus
gizi buruk. Dia pernah mendapat Program PMT (Pemberian Makanan Tambahan) namun
berat badannya hanya naik untuk sementara lalu turun kembali. Sebagian PMT pun
harus dibagi untuk kakak-kakaknya.
Selanjutnya
Patris berjalan ke sekolah dengan menggunakan sandal dan membawa buku dalam tas
plastik. Sekolahnya adalah SDI Lando, sekitar 45 menit jalan kaki dari rumahnya
dengan topografi berbatu-batu dan jalan menurun curam. Dia masuk ke kelasnya
yang rusak dindingnya. Terdapat 3 ruangan kelas yang rusak dari total 6 kelas.
Guru datang terlambat karena sekolah jauh. Saat guru mengajar Patris tidak bisa
konsentrasi karena hanya sarapan nasi kopi dan perjalanan jauh yang melelahkan
menuju sekolah. Karena permasalahan air dan tidak ada toilet. Patris buang air
kecil sembarangan di pohon belakang sekolah.
Patris
pulang dengan menempuh perjalanan yang jauh. Kemudian dia membantu Ibunya
mencari kayu, mencari air untuk memasak nasi, menemani adiknya. Dia tidak
sempat bermain. Dia tidak sempat tidur siang. Mereka hanya makan nasi dengan
sayur daun singkong. Mery makan nasi dengan kuahnya saja.
Selanjutnya
terdapat acara desa yaitu Penti karena keberhasilan panen. Acara tersebut
dilakukan di rumah Gendang, rumah adat di desanya. Acara tersebut menampilkan
tarian caci. Patris setiap hari berlatih tarian tersebut. Keluarganya
menyumbangkan babi yang mereka pelihara dengan segala kekurangan mereka. Mereka
makan daging dengan puas dan banyak saat acara tersebut karena mereka jarang
makan daging.
Keesokan
harinya adalah hari posyandu. Kali ini posyandu ramai karena kepala desa dan
perangkatnya, tokoh masyarakat dan adat datang. Ibu kader posyandu baru saja
pulang pelatihan di kota
Ruteng mengenai pos gizi dengan pendekatan positive deviance. Bu kader
menjelaskan bahwa untuk balita-balita kurus seperti Mery akan diadakan pos
gizi, di mana selama 10 hari Mery dan ibunya akan berkumpul bersama
balita-balita kurus lain untuk mengolah makanan dan belajar tentang 4 aspek
penting yang berkaitan dengan status gizi yaitu asupan makanan, kebersihan,
pelayanan kesehatan, dan perawatan anak (parenting). Bu kader sebelumnya sudah
mengunjungi ibu dengan status ekonomi kurang namun anaknya status gizi baik dan
belajar 4 aspek itu serta membandingkan dengan ibu dengan status ekonomi sama
namun anaknya status gizi buruk atau kurang.
Bu
kader lebih lanjut menerangkan bahwa Mery dan 9 balita lain diharapkan membawa
bahan makanan yaitu daun ketela rambat dan telur ayam kampung bergantian dengan
daun katuk dan kacang hijau. Ibu dari Mery berkeberatan karena masalah ekonomi,
tidak bisa membawa telur dan kacang hijau. Untung para tokoh masyarakat mau
membantu kesulitan bu Mery dan beberapa Ibu lain.
Pada
hari pos gizi, Ibu dari Mery membawa daun ketela rambat. Dia baru tahu kalau
daun ketela rambat bisa dimasak. Selama ini dia gunakan untuk makanan babi,
babi lebih gemuk dari anaknya. Babi akan digunakan untuk acara adat. Dalam pos
gizi, Ibu kader menjelaskan pentingnya parenting, hal sederhana seperti
menemani anak saat makan, tidak membiarkan anak makan sendiri. Karena memang
Mery selama ini makan dengan kakaknya Patris dan Patris yang sering habiskan
makan. Patris melakukannya karena Bapa marah jika Mery tidak habis makannya
karena dia kerja keras untuk mendapatkan makanan tersebut. Bu Kader juga menekankan
kebersihan, semua anak harus potong kuku, Mery yang kukunya paling hitam.
Mereka juga cuci tangan sebelum makan bersama. Setelah 10 hari, berat badan
Mery naik 400 gram, dia lulus.
Dilakukan
monitoring berat badan Mery selama 6 bulan, ternyata dia sudah masuk ke gizi
baik. Terdapat perayaan kecil di desa mengundang pihak terkait dan semua
berkontribusi untuk acara makan sederhana dengan menu gizi seimbang yang
ditekankan ibu kader. Mereka makan nasi, tempe ,
dan telur ayam kampung. Dari 10 anak pos gizi, 6 anak berstatus gizi baik.