Kamis, 24 Mei 2012

Kisah klasik keluarga (di desa Lando)




            Kisah tentang seorang anak kelas 4 SD di desa Lando, Cibal, Manggarai bernama Patris. Dia anak laki-laki dari 8 bersaudara. Keluarganya miskin, tidak punya sawah. Rumahnya sangat sederhana dari kayu dan berlantai tanah.
            Cerita dimulai pagi hari, seluruh keluarga bangun tidur dan hanya cuci muka karena kesulitan air lalu anak-anak berkumpul untuk sarapan nasi putih dan kopi, termasuk juga untuk adik Patris paling kecil bernama Mery yang berusia 2 tahun sementara orang tua sudah dulu makan lalu berangkat kerja. Mereka tidak cuci tangan sebelum makan, makan dengan tangan di mana kuku belum dipotong dan kotor. Usia antara saudara adalah 2 tahun, jadi ada 3 saudara lain di antara mereka dan 3 kakak Patris. Mery sangat kurus beratnya hanya 5 kg, dia berstatus gizi buruk. Dia pernah mendapat Program PMT (Pemberian Makanan Tambahan) namun berat badannya hanya naik untuk sementara lalu turun kembali. Sebagian PMT pun harus dibagi untuk kakak-kakaknya.
            Selanjutnya Patris berjalan ke sekolah dengan menggunakan sandal dan membawa buku dalam tas plastik. Sekolahnya adalah SDI Lando, sekitar 45 menit jalan kaki dari rumahnya dengan topografi berbatu-batu dan jalan menurun curam. Dia masuk ke kelasnya yang rusak dindingnya. Terdapat 3 ruangan kelas yang rusak dari total 6 kelas. Guru datang terlambat karena sekolah jauh. Saat guru mengajar Patris tidak bisa konsentrasi karena hanya sarapan nasi kopi dan perjalanan jauh yang melelahkan menuju sekolah. Karena permasalahan air dan tidak ada toilet. Patris buang air kecil sembarangan di pohon belakang sekolah.
            Patris pulang dengan menempuh perjalanan yang jauh. Kemudian dia membantu Ibunya mencari kayu, mencari air untuk memasak nasi, menemani adiknya. Dia tidak sempat bermain. Dia tidak sempat tidur siang. Mereka hanya makan nasi dengan sayur daun singkong. Mery makan nasi dengan kuahnya saja.
            Selanjutnya terdapat acara desa yaitu Penti karena keberhasilan panen. Acara tersebut dilakukan di rumah Gendang, rumah adat di desanya. Acara tersebut menampilkan tarian caci. Patris setiap hari berlatih tarian tersebut. Keluarganya menyumbangkan babi yang mereka pelihara dengan segala kekurangan mereka. Mereka makan daging dengan puas dan banyak saat acara tersebut karena mereka jarang makan daging.
            Keesokan harinya adalah hari posyandu. Kali ini posyandu ramai karena kepala desa dan perangkatnya, tokoh masyarakat dan adat datang. Ibu kader posyandu baru saja pulang pelatihan di kota Ruteng mengenai pos gizi dengan pendekatan positive deviance. Bu kader menjelaskan bahwa untuk balita-balita kurus seperti Mery akan diadakan pos gizi, di mana selama 10 hari Mery dan ibunya akan berkumpul bersama balita-balita kurus lain untuk mengolah makanan dan belajar tentang 4 aspek penting yang berkaitan dengan status gizi yaitu asupan makanan, kebersihan, pelayanan kesehatan, dan perawatan anak (parenting). Bu kader sebelumnya sudah mengunjungi ibu dengan status ekonomi kurang namun anaknya status gizi baik dan belajar 4 aspek itu serta membandingkan dengan ibu dengan status ekonomi sama namun anaknya status gizi buruk atau kurang.
            Bu kader lebih lanjut menerangkan bahwa Mery dan 9 balita lain diharapkan membawa bahan makanan yaitu daun ketela rambat dan telur ayam kampung bergantian dengan daun katuk dan kacang hijau. Ibu dari Mery berkeberatan karena masalah ekonomi, tidak bisa membawa telur dan kacang hijau. Untung para tokoh masyarakat mau membantu kesulitan bu Mery dan beberapa Ibu lain.
            Pada hari pos gizi, Ibu dari Mery membawa daun ketela rambat. Dia baru tahu kalau daun ketela rambat bisa dimasak. Selama ini dia gunakan untuk makanan babi, babi lebih gemuk dari anaknya. Babi akan digunakan untuk acara adat. Dalam pos gizi, Ibu kader menjelaskan pentingnya parenting, hal sederhana seperti menemani anak saat makan, tidak membiarkan anak makan sendiri. Karena memang Mery selama ini makan dengan kakaknya Patris dan Patris yang sering habiskan makan. Patris melakukannya karena Bapa marah jika Mery tidak habis makannya karena dia kerja keras untuk mendapatkan makanan tersebut. Bu Kader juga menekankan kebersihan, semua anak harus potong kuku, Mery yang kukunya paling hitam. Mereka juga cuci tangan sebelum makan bersama. Setelah 10 hari, berat badan Mery naik 400 gram, dia lulus.
Dilakukan monitoring berat badan Mery selama 6 bulan, ternyata dia sudah masuk ke gizi baik. Terdapat perayaan kecil di desa mengundang pihak terkait dan semua berkontribusi untuk acara makan sederhana dengan menu gizi seimbang yang ditekankan ibu kader. Mereka makan nasi, tempe, dan telur ayam kampung. Dari 10 anak pos gizi, 6 anak berstatus gizi baik.