Kamis, 25 April 2013

Apakah masih ada pahlawan jaman sekarang?


Pagi hari memang saat yang maknyus untuk menulis J

Kali ini mengenai pahlawan, padahal bukan hari pahlawan ya tetapi masih berbau hari Kartini yang baru 6 hari lewat. Hal ini juga terkait kebiasaan kecil untuk ndongengin adik kecil di perut hampir setiap malam. Buku kali ini tentang 100 pahlawan Indonesia, salah satunya Ibu Kartini.

Teman-teman yang hobi main internet pasti sempat dengar mengenai pro kontra Kartini yang ternyata dijadikan Belanda sebagai salah satu sosok pahlawan Indonesia sebagai bagian dari politik etisnya, produk Belanda lah istilahnya. Tetapi bukan itu yang mau saya garisbawahi.

Yang menarik ternyata usia Ibu Kartini saat meninggal adalah 25 tahun, masih cukup muda, lebih muda dari saya. Tidak hanya Ibu Kartini, pahlawan perempuan lain Kristina Martha Tiahahu juga meninggal di usia muda, bahkan baru 18 tahun menurut buku itu dan mungkin beberapa pahlawan lain. Sempat saya guyon dengan suami saya, dia bilang kalau kami hidup di jaman itu dan berjuang lalu mati muda, bisa jadi kami disebut pahlawan.

Dari hal tersebut, saya belajar bahwa untuk menjadi ‘pahlawan’ ternyata lebih mudah di kondisi yang minus. Seperti dua sosok perempuan tersebut di atas di jaman perjuangan. Sebut lagi, ibu Theresa yang menjadi sosok ‘pahlawan’ bagi para penderita kusta dan penyakit lain, Mahatma Gandhi yang merupakan pahlawan India saat penjajahan Inggris, dan lain sebagainya.

Di saat sekarang, teknologi informasi semakin canggih dan ekonomi semakin baik, bisa jadi semakin sedikit akan ditemukan pahlawan apalagi bagi mereka yang memang berada dalam zona nyaman dan bisa jadi merasa bahwa kebahagiaan dirinya saja sudah cukup. Namun yang saya amati dari sosok-sosok pahlawan yang ada, mereka biasanya tidak cukup bahagia untuk dirinya sendiri, pahlawan lebih suka membagi kebahagiaannya dan memperjuangkan kebahagiaan yang lain terutama yang membutuhkan.

Akan tetapi masih ada peluang untuk menjadi pahlawan di daerah yang memang membutuhkan atau kepada masyarakat yang memang membutuhkan. Semoga semakin banyak orang yang tergugah untuk menjadi pahlawan minimal untuk keluarganya sendiri, termasuk saya. Yang menarik adalah penghargaan Kick Andy Heroes bagi orang yang terus berbagi padahal bisa jadi dirinya kekurangan. Jadi pasti akan masih ada terus sosok pahlawan.  

Rabu, 24 April 2013

Renungan pagi ini :)


Selamat pagi (lagi) semuanya…..
*ditulis pukul 06.50 WITA-selesai*

Ketika ada suatu kata-kata menyatakan bahwa masa sekolah bisa jadi masa menyenangkan dibanding masa kerja, yah mungkin itu nyata adanya. Bukan berarti masa kerja tidak menyenangkan, itu juga masa yang banyak memberikan pembelajaran.

Selama hidup 27 tahun lebih, baru di masa kerjalah ternyata baru mengalami hidup yang benar-benar hidup beserta riak gelombangnya. Persahabatan dalam pekerjaan sebenarnya bisa jadi hampir mustahil apalagi di jabatan yang sama. Mungkin ada satu dua orang yang bisa menjalin persahabatan tetapi sisanya bisa jadi hanya di permukaan semata, di bagian dalam entahlah.

Dan ternyata bukan hanya saya yang mengalami, setelah sharing dengan satu dua teman ternyata mereka juga mengalaminya. Yah mungkin kami hanya orang-orang yang belum bisa berdamai dengan keadaan di mana tidak mudah bersahabat dengan teman di jabatan yang sama apalagi dengan jenis kelamin yang sama aha...

Yah mungkin saya hanya cengeng atau lemah karena membiarkan pikiran menguasai saya bahwa rekan-rekan di jabatan yang sama bisa jadi iri dengan saya. padahal apa yang mau diirikan dari diri saya, memang siy saya nyaris sempurna hehe hanya joke semata. Lucu terkadang menyadarinya. Namun setelah membaca renungan Anthony de Mello di bukunya The Way to Love, semoga saya dapat belajar.

Pada kenyataannya, hampir setiap hari kita dihadapkan pada orang-orang yang menimbulkan perasaan negatif pada diri kita, sebut saja teman kerja sejabatan pada konteks di atas. Namun sebenarnya perasaan itu tidak akan muncul jika kita tidak membiarkannya. Jadi bisa dipastikan yang lebih salah dalam hal ini adalah saya sendiri. Seharusnya kan cuek aja ya kalau teman mau jungkir balik ngapa-ngapain kita karena ketidaksukaannya mereka pada kita misalnya.

Yang kedua, sebenarnya kita patut berterima kasih untuk orang-orang yang bisa memicu hal negatif pada diri kita. Hal itu tidak dapat dilakukan oleh orang lain. Justru mereka lah yang membuat kita semakin mengenal dan mengerti diri kita sendiri. Harus bisa mengakui ternyata diri kita hanyalah sebongkah daging yang mudah sekali sedih dan kecewa hanya karena teman kita tidak sesetia dan sebaik yang kita bayangkan. Berdamai pada kenyataan bahwa manusia terdiri dari sisi hitam dan putih adalah pembelajaran seumur hidup. Sama seperti kita yang sering jatuh dalam kesalahan, teman kita pun juga.   


Minggu, 14 April 2013

Langkah kecil menuju sebuah mimpi



Kemarin ada berita baik dari desa. Kan kebetulan ada saudara yang sedang buat kios di desa nah sambil menyelam minum air nih, kami yang memang pengen berbagi buku buat anak-anak desa yang jarang baca buku. Akhirnya nebeng ;)

Sebenarnya itu sudah cerita (mimpi) lama, sudah setahun yang lalu. Udah woro-woro di jejaring sosial ke teman-teman dan tidak sedikit yang sudah berbagi. Bahkan ada satu sahabat yang mempercayakan sejumlah besar uangnya kepada kami. Alhasil untuk sementara ini mengendap di koperasi sebelum aksi dilakukan.

Puji Tuhan, ternyata kios saudara kami yang sudah beroperasi selama beberapa hari ini ternyata sudah dipajang beberapa buku bantuan dari teman-teman beberapa waktu lampau. Senangnya ternyata anak-anak sudah mulai membaca. Gratis tentu saja.

Sekarang sedang akan memperbesar kios dengan dana bantuan teman dan dari kami terutama supaya dapat membangun kursi-kursi dari semen supaya anak-anak itu bisa membaca. Seperti kami yang suka membaca.
Kalau dulu puyeng karena untuk buat sebuah taman baca butuh dana sampai sepuluh jeti lebih, darimana coba uangnya? Karena sampai sekarang yang terkumpul belum sampai segitu. Tetapi berkat program nebeng kios saudara, paling enggak kami bisa punya tempat untuk berbagi buku dan yang jaga buku tentu saja saudara yang jaga kios juga. Wow senangnya 

Memang sekarang belum banyak buku yang dipajang tetapi dimulai dari sedikit lama-lama menjadi bukit. Terima kasih banyak terus menerus kami ucapkan kepada teman-teman yang sudah membantu karena anak-anak juga akan terus menerus membaca buku dan segala bantuan yang membatu mewujudkan taman baca kecil di desa mereka. 

Selasa, 09 April 2013

Belajar sedikit bersyukur untuk hal kecil


Selamat pagi dunia
(ditulis jam 7.30 WITA)

Di tengah kegemaran saya menulis Matur Sembah Nuwun Gusti bla bla bla di salah satu jaringan sosial, sebenarnya banyak hal yang kurang saya syukuri. Tetapi sebelum kita membahas hal itu, mengapa saya menulis itu? Pertama karena terinspirasi salah seorang pesohor yang adalah penulis yang setiap hari menulis doa di jaringan sosial tersebut. Saya yang kurang bersyukur jadi ingin menulis ungkapan syukur setiap hari. Yah tidak setiap hari sih, toh tidak setiap hari saya online di internet hanya saat hari kerja.

Mulai minggu ini saya mengganti kalimat bahasa Jawa Matur Sembah Nuwun Gusti menjadi Terima kasih Tuhan dalam bahasa Indonesia. Rasanya menggunakan bahasa ibu kurang mewakili harapan saya untuk menjadi orang yang multikulturis. Paling tidak sekarang saya adalah orang Jawa yang menikah dengan orang Manggarai dan tinggal di Manggarai. Cukup sedikit untuk mengungkapkan harapan hidup menjadi seorang yang multikulturis atau apalah sebutannya.

Bersyukur memang hal yang mudah tetapi tidak sering kita lakukan apalagi jika kita hanya melihat gambaran besar. Di tengah kehidupan baru saya dengan keluarga kecil kami, di tengah pekerjaan tidak tetap saya yang selalu saya impikan dengan meninggalkan pekerjaan tetap saya dulu, di tengah hari-hari saya di tempat yang sangat sedikit orang yang dekat dengan saya tidak seperti dahulu, di tengah kondisi saya yang berbadan dua untuk yang pertama kalinya pada akhirnya bisa jadi saya lebih sering mengeluh. Belum lagi ditambah konflik yang seiring waktu juga mewarnai kehidupan saya. 

Saat berkeluh kesah dengan teman-teman yang lain yang terlihat lebih tegar. Ternyata mereka mempunyai beban hidup yang ternyata lebih berat namun mereka tetap bersemangat. Belum lagi dengan orang-orang yang kurang beruntung di sekitar saya yang terkadang untuk makan saja kesusahan apalagi untuk mengakses kesehatan dan pendidikan yang memang tidak murah.

Pada akhirnya di tengah segala hal-hal baru yang saya alami satu tahun terakhir ini di mana hal baru terkadang lebih banyak keluhan karena harus menyesuaikan sana-sini. Saya belajar untuk sedikit bersyukur dengan lebih sederhana. Bersyukur memiliki keluarga kecil untuk berbagi banyak hal, bersyukur masih dapat beristirahat dengan baik setiap malam, bersyukur atas makanan yang masih bisa dimakan dan menyehatkan, bersyukur masih dapat bertemu dengan orang-orang di sekitar, yah bersyukur atas setiap hal kecil yang saya alami. Memang bukan hal besar yang mungkin dialami orang lain namun hal kecil ini semoga dapat membuat saya semakin mengerti akan karya besar Sang Pencipta.   

Kamis, 21 Maret 2013

“Emangnya kamu bisa jadi teladan buat adik-adikmu?

Itu pertanyaan yang menggelitik saya dan berasal dari seseorang yang mungkin merasa diri pantas mengatakannya karena status ekonomi dan pendidikannya saat itu. Sekarang beliau sudah menjadi seorang dokter. Tapi ah bukan karena itu diucapkan oleh orang tersebut melainkan karena muatannya.

Ya, saya anak pertama dengan dua orang adik, perempuan dan laki-laki dengan beda usia 3 dan 6 tahun. Saya cukup dipercaya untuk memilihkan jurusan mereka saat kuliah. Sembah nuwun Gusti, keluarga kami termasuk keluarga yang cukup beruntung. bisa menyekolahkan anak-anaknya sampai jenjang kuliah.

Bukan berarti saya cukup berhasil dengan jurusan pilihan saya. Saya masuk di pilihan ketiga saat ujian masuk salah satu perguruan tinggi negeri di kota kami. Akan tetapi passing gradenya masih masuk menengah lah ;). 

Adik saya yang perempuan, saya sarankan masuk ke jurusan sosek pertanian (agribisnis) karena dia ingin bekerja di bank dengan penampilannya yang memang menunjang. Mengapa bukan ekonomi? Karena dia dari jurusan IPA di SMAnya dan saya mengamati bak akhir-akhir ini juga merekrut lulusan pertanian. Setelah 4 tahun lebih kuliah, lulus cum laude (padahal saya tidak, kebanyakan aktivitas organisasi, ngeles :)), dan menunggu beberapa bulan hingga akhirnya dia ketrima di salah satu bank BUMN ternama, thx God. Saya senang dan bangga sebagai kakak walau tidak bersumbangsing banyak, selain doa di salah satu biara terkenal di Ruteng yang kerap mengabulkan doa yang kita tulis karena suster-suster di sana memang suster kontemplasi yang sehari-harinya berdoa.

Adik laki-laki saya sekarang masih di semester 4 bangku kuliah. Dia di jurusan sosiologi sama seperti saya dan adik perempuan saya di perguruan tinggi negeri di kota kami. Itu juga jurusan yang saya bantu pilih. Awalnya dia ingin masuk arkeologi namun kami mengarahkan pada sosiologi. Sebenarnya tak dinyana, adik saya ini masuk di pilihan pertama, tidak seperti kakak-kakaknya. Dia kurang lebih mirip dengan saya dengan cara yang berbeda, kami sama-sama aktif di organisasi, dia di mapala, saya di organisasi lain. Sampai dia pernah cuti kuliah satu minggu untuk kegiatan mapala o la la. Semoga dia bisa lulus tepat waktu dengan nilai yang memuaskan juga. Salah satu mimpinya adalah keliling Indonesia, mengingatkan mimpi saya dulu.

Entah apa saya bisa dibilang bisa menjadi teladan atau tidak buat adik-adik saya, itu bukan hal yang penting. Akan tetapi saya berpikir saya yang memang tidak suka banyak berbicara (karena kata-kata kita harus dipertanggungjawabkan) dan lebih suka berbuat beranggapan bahwa sampai saat ini kami masih lumayan. Hal ini akan diuji waktu. Semoga kita bisa berbuat sedikit saja untuk keluarga kita karena mau tidak mau kita menyadari bahwa keluarga adalah dasar utama bagi komunitas, negara, bahkan yah dunia.

Rabu, 06 Maret 2013

Semangat yang berasal dari AC Milan


en.wikipedia.org


Saya sebenarnya tidak ingat jelas kapan pertama kali saya suka nonton bola. Hal yang cukup saya ingat, waktu duduk di bangku SMP, saya mempunyai teman-teman perempuan yang tergolong tomboy dan menyukai bola. Salah satu hari yang menyenangkan adalah hari senin, saat kami bercerita tentang pertandingan malam sebelumnya. Bukan berarti tim favorit kami sama, sebagai contoh: saya sangat mengidolakan AC Milan dan Paolo Maldini saat itu. Ada teman yang menjagokan Juventus dan Del Pieronya, ada yang menyukai David Beckham dan MUnya.

Jangan-jangan teman-teman tidak tahu siapa itu Paolo Maldini? Dia adalah pemain legendaris AC Milan, yang bermain hanya untuk klub AC Milan saja dari sejak dia dididik di sekolah sepak bola AC Milan sampai dia gantung sepatu di tahun 2009. Yah dia dah pensiun siy, kan regenerasi, tetapi tetap saja dia jadi idola saya.

Mengapa dia bisa menjadi idola saya? Yah, awalnya saya menyukai pemain yang banyak disukai teman-teman yang lain, sebut saja David Beckham dan Inzaghi yang kala itu bermain untuk Juventus. Namun saya berpikir, apa istimewanya saya jika saya juga mneyukai tim dan pemain yang sama dengan teman saya, maka tertambatlah hati saya (dalam hal sepak bola tentunya-red) pada sosok bek kiri AC Milan yang juga kapten di timnya. Selain sebagai bek yang tangguh, terkadang dia juga dapat mencetak gol Maldini punya mata yang biru dan tentu saja sosok yang tidak bisa dilewatkan, halah susah banget bilang ganteng J Dia juga punya keluarga yang harmonis (tidak kawin cerai) bahkan dia menjadi duta UNICEF mungkin salah satunya karena dia punya pabrik mainan anak-anak. Jadi tidak ada alasan untuk tidak menjadikannya idola.

Saya sempat mempopulerkan diri sebagai Ajeng Sumal-mal dari nama Maldini sampai saya SMA. Bahkan tanda tangan saya yang sampai sekarang saya gunakan merupakan inisial dari klub AC Milan dan Juventus, o la la. Mau mengubahnya tetapi tanda tangan itu sudah beredar di berbagai tempat. Bahkan saat kemarin Maldini,dkk melawat ke Indonesia sebagai tim AC Milan Glorie melawan timnas Indonesia, beberapa keluarga menghubungi saya karena mereka tahu betul saya menyukai Maldini.

Dulu, kamar saya sempat dipenuhi poster Maldini dan AC Milan, sampai sekarang barang-barang berbau AC Milan masih ada di rumah kami di Jogja dan saya hibahkan kepada adik laki-laki saya. Sampai-sampai dia juga menyukai AC Milan. Namun suatu waktu saat Italia kalah dari Korsel di Piala Dunia 2002, saya memutuskan untuk mencopot poster-poster itu. Bukan berarti saya berhenti menyukai Italia, saya sakit hati pada wasit yang memimpin pertandingan itu. Saya bahkan membuat email (yang sampai sekarang masih aktif) yang artinya adalah tidak ada wasit yang baik J Sekarang saya baru tersadar ketika kita begitu menyukai suatu hal, terkadang kita mencari kambing hitam atas kegagalan hal tersebut, entah waktu itu wasitnya bagaimana tetapi yah begitulah.     

Sempat sekitar 1,5 tahun saat saya bekerja di Flores, saya tinggal di kontrakan tanpa TV, alhasil tidak pernah nonton bola. Sekarang setelah menikah dan ada TV di kontrakan kami, tetap tidak nonton bola, karena pagi banget euy. Tetapi sekarang, saya mengikuti hasil pertandingan AC Milan meski tidak lagi diperkuat Il Capitano, Maldini. AC Milan masih menawan dengan menjadi nomer 3 di liga sampai minggu ini dan menang melawan Barcelona di Babak 16 besar Liga Champions. Memang masih ada laga tandang di kandang Barca, tetapi AC Milan selalu juara di hati saya. Ternyata bola bisa membuat saya menemukan kembali semangat seperti ketika saya SMP, ketika hari senin kami bisa diskusi tentang bola, kali ini dengan keluarga dan teman-teman kantor.

Selasa, 26 Februari 2013

Renungan Sebelum Berusia 27 tahun




Beberapa waktu terakhir ini, kerap kali merefleksikan hidup. Terkadang muncul lagi pertanyaan-pertanyaan dari orang-orang, baik yang terlalu positif mengenai pilihan hidup jauh dari hiruk pikuk popularitas ataupun yang meragukan mengenai pilihan ini. Entah mana yang benar, itu harus dijawab seumur hidup.

Terkadang muncul sebersit jawaban, jangan-jangan memang benar jauh-jauh ke kota (yang mungkin banyak orang tidak tahu kalau ada nama kota ini di Indonesia) hanya untuk materi. Tetapi hal itu juga tersanggah pada gaya hidup yang bisa dibilang minimalis. Seingat saya, kalau masalah pakaian yang tiap hari atau bulan mungkin orang bisa beli, mungkin terakhir saya membeli dua lembar pakaian, itupun mengingat kondisi saya yang sedang hamil sehingga tidak memungkinkan pakai yang lama. Atau masalah telpon seluler saya yang seharga 500ribu sekitar 1 tahun 3 bulan yang lalu dan saya pun tidak mau beralih pada gadget lain yang lebih canggih, nettbook saya yang rusak beberapa bulan lalu pun masih tergolek dan saya pun tidak berencana membeli yang baru. Untuk apa di kantor sudah ada komputer dan di rumah juga ada laptop.

Mungkin kesannya saya pelit pada diri saya sendiri padahal dari segi penghasilan tidak sedikit-sedikit amat. Mungkin pengeluaran saya lebih banyak untuk makanan, semacam mengikuti pepatah di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang sehat, selain untuk kebutuhan nutrisi yang jadi kebutuhan mendesak janin di dalam kandungan. Tetapi bukan berarti hanya habis untuk itu saja, ada pos untuk tabungan dan asuransi, untuk jaga-jaga kalau-kalau kena sakit berat, tabungan bisa lenyap dalam sekejap.
Mengingat tokoh polisi keren yang tidak korupsi (mungkin satu-satunya) di negara kita yaitu Alhm.Bapak Hoegeng yang baru bisa beli rumah setelah pensiun, yah kadang berpikir kalau kita kerja lurus-lurus mungkin untuk membeli properti yang harganya selangit memang tidak mudah. Walau kita bisa saja membeli dengan cara mencicil tetapi sekali lagi di kota nun jauh dari rinai kenyamanan seperti di kota-kota besar di Jawa misalnya, sampai sekarang saya belum dapat info tentang kredit rumah.

Terkadang memang mellow melihat kehebatan teman-teman dengan jabatan a, b, c, d atau yang memiliki kemewahan a, b, c, d atau yang mempunyai gelar a, b, c, d. Itu semua terasa jauh dari pemikiran. Bukan berarti tidak bisa, tetapi ada prioritas lain yang lebih mendesak, keluarga dan panggilan (jiah bahasa roh halus).

Kemarin saya membaca artikel mengenai Sal Khan yang menjadi idola seorang Bil Gates. Dia memilih menjadi pembuat materi pembelajaran melalui internet secara cuma-cuma dengan alasan dia sudah bahagia dengan rumah, 2 mobil, dan keluarganya. Bagi saya, di tengah dunia yang begitu menuntut akan keberhasilan yang dihitung dengan materi, hal itu sangat luar biasa, yah meski dia masih membutuhkan rumah dan mobil.

Tentu saja saya jauh sekali dibandingkan (bisa jadi tidak dapat dibandingkan) dengan Sal Khan. Saya masih sering kali meragukan pilihan saya namun saya teringat saya hanya manusia biasa yang terbiasa dengan kenyamanan. Saya yang terbiasa dengan keluarga saya yang begitu menyayangi saya, hangatnya mentari, mudahnya mengakses tempat-tempat hiburan seperti mall, bioskop dan rumah makan, orang-orang yang tidak terlalu peduli bila saya melakukan a, b, c, d yang (seakan-akan) menghargai pilihan saya.

Tantangan di sini memang tidak mudah, cuaca di awal tahun seperti ini yang dingin karena hujan angin sehingga membuat kita lebih nyaman di rumah, pilihan rumah makan yang terbatas dan dengan harga yang relatif lebih mahal, keterbatasan tempat rekreasi, orang-orang yang karena mungkin hidupnya tidak senyaman di tempat kami dulu sehingga terkadang harus diberikan energi ekstra untuk membuat kami sama-sama nyaman, dan orang-orang yang terkadang terlalu peduli sehingga yah begitulah. Bukan berarti di sini sama sekali tidak nyaman, saya mendapatkan keluarga baru yang bahkan bisa jadi lebih hangat dan keluarga kecil kami yang baru kami bangun menjadi obat di setiap kekurangnyamanan.

Di tengah segala kekurangnyamanan yang sudah 2 tahun lebih saya alami, saya mulai melihat banyak hal yang menarik. Bisa jadi, puskesmas pembantu di belakang rumah kami di Jogja secara bangunan fisik lebih baik dari puskesmas kota ini. Fasilitas kesehatan yang minim serta tenaga kesehatan yang tidak mendapatkan penghasilan yang sesuai, kurangnya persaingan dan pengalaman membuat begitu banyak masalah ketidakpuasan mengenai kesehatan di kota ini. Berhubung latar belakang saya kesehatan, tentu saja saya lebih bisa berbicara banyak mengenai itu.

Belum lagi masalah kurang gizi yang terus melanda kabupaten ini, yang mungkin di tempat lain sudah beranjak ke masalah gizi lebih. Bukan berarti itu karena budaya yang kurang baik justru budaya yang terlalu baik, budaya yang sering berbagi. Hal yang sudah ditinggalkan di rinai kota besar sana. Dari acara pernikahan, kematian, sekolah yang dibuat semacam acara makan-makan untuk mengumpulkan uang sampai mereka lupa bahwa mereka juga butuh menyisihkan uang di masa-masa berat seperti awal tahun yang dari segi pertanian dan perkebunan tidak menghasilkan.

Kadang, saya sendiri merasa letih dengan ketidakmampuan saya untuk berbuat sesuatu, meskipun saya bekerja di yayasan sosial tetap saja saya hanya lah manusia biasa yang juga punya ketakutan jika saya terlalu vokal, orang-orang dengan kedekatan emosional cukup tinggi ternyata punya kerentanan untuk tersakiti, sehingga saya harus menjaga diri. Itulah mengapa saya memilih untuk tidak banyak berbicara namun bekerja meski itu juga menuai kontra. Ah hidup memang harus ada pro kontra. Namun ditengah terjangan segala keraguan terutama dari diri saya sendiri dalam menjalani hidup yang tidak lagi senyaman dulu, saya hanya berharap meskipun semua orang meragukan saya ada Sesuatu yang lebih besar dari kita yang tidak pernah meragukan saya. Seakan mengelus kepala saya dan berkata, ”SahabatKu, kamu akan baik-baik saja.” Sebab keraguan saya dan mungkin juga orang lain, bagi Dia adalah salib kecil yang harus dipikul sebelum saya naik kelas.


Rabu, 02 Januari 2013

Genk Lebdosari


tadi malam, seorang sahabat baik mengirim pesan singkat:
Dear teman2, ayooo ke paragon
jadi ingat masa2 22 bulan di Semarang (2008-2010).......

setelah ujian skripsi, saya nekat memasukkan lamaran kerjaan padahal belum wisuda
tapi thx God, saya ketrima di salah satu perusahaan swasta di Semarang
jadi 2 bulan setelah wisuda, saya langsung kerja

saya diantar oleh seluruh keluarga ke Semarang
saya masih ingat betul, sepanjang perjalanan, perut saya sangat sakit
biasa, penyakit bulanan, mungkin dysmenorrhea, entahlah,
sampai hari ini saya belum periksakan itu ke dokter

di Semarang, kami disambut rinai hujan, untung kami dapat kos-kosan, dekat dengan kantor
bisa jalan kaki, hargapun terjangkau yak bungkus..
kami sekeluarga sempat jalan-jalan ke mall
setelah itu keluarga pulang, yang paling sedih tentu saja Mama, bahkan berhari-hari setelahnya
maklum baru kali ini saya keluar dari kota kami tercinta, Jogja
saya pun juga, malam kesendirian pertama di kos itu saya habiskan dengan sms banyak teman

ternyata di kos itu terdapat Mbak-Mbak yang begitu luar biasa
1. Mbak Sari, pekerja keras yang bekerja sambil kuliah s2
kuliahnya pun ga main-main di Salatiga, jadi tiap akhir pekan pulang rumah untuk kuliah, hebat ^^
2. Mbak Diana yang merupakan petinggi di salah satu perusahaan swasta di Semarang, keren :)
3. Mbak Yeni yang merupakan salah satu penghuni terdahulu di kos-kosan bersama mbak Di
4. Mbak Santi yang lumayan sering ke Kabupaten lain untuk tugas kerja
5. Mbak Dewi yang juga berasal dari Jogja, seperti saya
6. Mbak Cici dan Mbak Tuti yang sekantor dengan mbak Santi
7. Meika, teman kuliah saya yang kerja di rumah sakit Semarang
8. Ami yang awalnya buat heboh di kos hehe tapi salut dengan prinsipnya yang harus habis
setiap kali makan ^^ (ga kayak saya hihi)

Yang ga terlupakan adalah:
A. Sarapan seharga 1.500 rupiah yang biasa kami beli di dekat kos (menu:nasi,sayur, dan gorengan)
B. Jalan2 bareng ke Gunung Bromo (jalan kaki setengah hidup sampai atas nyanyi Dengar Dia Panggil Nama Saya hehe), Bandung (sampai pagi nonton Harry Potter), Solo+Sukoharjo (ke rumah Mbak Di, Mbak Tuti dan Mbak Santi) dan Jogja (main ke rumah saya dan Mbak Dewi), what next Sistas? Pulau Komodo ya:))
C. Kita suka ngerjain mbak Sari untuk traktir kita ke Pizza Hut, dll
D. Nangis bareng waktu liat My Name is Khan di Paragon
E. Kadang2 berantem juga, hehe peristiwa di Ibis, dll
F. Ngobrol ngalor ngidul a sampai z sambil nonton tv di ruang tv (sampai terkantuk2 ^^)
curhatan saya yang paling sering adalah atasan saya yang lmyn keras, maklum saya kan baru
pertama kali kerja *ngeles.com*

G. Pesta ultah saya di kos dan perpisahan yang mengharu biru
H. Buat seragam untuk nikahan Meika yang sayangnya saya sudah pindah ke NTT jadi saya ga
bisa datang :(
I. Mbak Sari, Mbak Diana, Mbak Ye, Mbak Cici datang ke nikahan saya beberapa waktu lalu, sayangnya yang lain tidak bisa datang karena sudah di luar kota atau ada kesibukan.


Kami selalu berharap cerita-cerita kami, genk Lebdosari dapat didokumentasikan (ditulis
maksud saya ^^). Sayangnya banyak yang saya sudah lupa tapi yang pasti semua ga terlupakan.
Nanti kalau ingat saya tulis lagi :))

Miss u and love u all Sistas ^___^